Memberi Ruang

 


Postingan ini ditulis di hari pertama saya menjalankan ibadah puasa, ketika jam istirahat kerja yang tentu saja tidak bisa saya isi dengan makan siang. Daripada bingung ingin melakukan apa, mari kita mengisi kekosongan blog ini.

Salah satu hal yang menarik ketika menggunakan jasa transportasi commuterline atau transportasi umum lainnya adalah tentu kepadatan penumpangnya. Ketika saya hendak pulang dari Taman Suropati, saya dan Lia naik dari Stasiun Cikini.

Peron penuh seketika dan saat kereta datang semua orang berebut masuk ke dalam. Penuh dan sesak. Tentu banyak orang yang tidak kebagian kursi, termasuk saya dan Lia.

Saya sih tidak masalah, cuma sedikit khawatir saja dengan Lia. Lia mengeluhkan sakit di bagian kakinya sejak awal berangkat tadi. Karena memang, jarak antara stasiun dengan taman tidaklah dekat.

“Gapapa kok.” Jawabnya singkat sembari tersenyum.

Wajah-wajah lelah tergambar jelas pada penumpang-penumpang commuterline sore itu. Entah mereka darimana. Barangkali ada sebagian yang juga pulang rekreasi seperti saya.

Di hadapan saya, duduk beberapa anak muda. Mereka terlihat sangat sehat dan bugar. Ada yang sedang bermain hape, ada yang tertidur, dan adapula yang sedang duduk diam saja tanpa berkata-kata.

Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, suasana saat itu penuh sesak. Hampir dari tubuh tiap-tiap penumpang saling menempel satu sama lain. Tidak mengenakkan memang, terlebih lagi ada beberapa orang tua yang berdiri di dalam gerbong.

Sudah jelas orang tua atau lansia seharusnya bisa diberikan tempat untuk duduk, mengingat kita tidak tahu riwayat kesehatan mereka seperti apa. Tapi anak muda di hadapan saya tak beranjak sedikitpun. Mereka acuh. Bahkan sampai penumpang di sebelah saya nyeletuk.

“Ayo yang muda kasih tempat duduknya dong buat orang tua.”

Mereka tidak bergeming sama sekali. Sempat melirik sih, tapi kembali dengan kegiatan mereka lagi. Sungguh sangat disayangkan memang dan sampai saya turun pun mereka tidak bangun sama sekali.

Sebenarnya, di setiap sudut gerbong sudah terpampang jelas himbauan. Entah banyak yang tidak membaca atau sekadar pura-pura tidak membacanya. Atau barangkali mereka juga sedang merasakan tidak enak badan, sehingga daripada terjadi hal-hal tidak diinginkan ya mending tetap duduk saja.

Akan tetapi, jika karena takut capek saja alasannya kita tetap harus memprioritaskan orang yang lebih membutuhkan. Kita masih muda dan barangkali fisik kita lebih prima dari orang tua-orang tua kita. Tidak ada salahnya kan berkorban sedikit saja.

Kalau saya sendiri alhamdulillah masih memiliki kepekaan seperti itu. Karena saya tahu kemampuan saya dan saya pun ingin membuat orang lain nyaman juga selama perjalanan. Sekali lagi, tidak ada salahnya berkorban.

Lia pun meskipun kakinya sedang sakit, ia tidak masalah berdiri. Saya sih khawatir, tapi kalau menurutnya tidak apa-apa ya berarti tidak masalah.

Mari untuk selalu memberi ruang kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. Tidak hanya dalam hal kursi di commuterline, apapun itu. Kita bisa mulai dari banyak hal. Mari untuk mulai peka terhadap sekitar. Terhadap orang-orang di sekitar kita.

Saya tentu juga masih banyak belajar dan jujur saja tulisan ini juga terinspirasi dari postingan blog orang lain. Saya mendapatkan pesan baik dari postingan tersebut, jadi saya putuskan untuk berbagi.

Selalu ingat bahwa kebaikan adalah sesuatu yang harus kita contoh ataupun curi dari orang lain. Teruslah untuk berbuat baik.

(Bekasi, 12 Maret 2024)

Komentar

Postingan Populer