Sebuah Tempat Pengganti Kafe Susu



Setiap orang memiliki sebuah tempat nyaman untuk mereka menyendiri atau berbagi cerita dengan teman dan orang yang mereka sayangi, termasuk saya. Beberapa tahun yang lalu, saya dan Lia seringkali mengunjungi kafe susu dekat rumahnya Lia. Saya memang tidak terlalu suka dengan kopi, saya juga sangat menyukai susu, tapi bukan hanya itu alasan saya memilih tempat itu. Sepi dan tenang menjadi faktor utama bagi saya dan Lia untuk ke sana.

Bisa dibilang saya ini termasuk introvert, saya tidak suka dengan keramaian, hingar bingar dan semacamnya. Kafe susu yang berada di dekat rumahnya Lia itu tidak terlalu ramai, cenderung sepi dari pengunjung, cocok sekali bagi saya yang memilik kepribadian seperti ini.

Saya dan Lia mungkin dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali pergi ke kafe susu itu. Dari segi dekorasi bangunan sih terlihat biasa saja, terlihat seperti kafe pada umumnya dengan dinding yang dipenuhi kata-kata. Oh ya, yang membedakannya adalah ada patung sapi di halaman kafe tersebut. Bagi orang yang lewat, dengan hanya melihat patung sapi tersebut pasti sudah paham kalau kafe itu menjual minuman susu.

Selain susu, ada juga berbagai jenis cemilan lainnya, seperti kentang goreng, cireng, roti bakar, dan masih banyak lagi. Kalau saya sih sudah pasti memesan susu mangga, itu favorit saya, Lia pun sudah sangat hafal karena memang hanya itu yang selalu saya pesan dan tidak berubah.

Karena selalu sepi, kafe susu itu sangatlah nyaman untuk dijadikan tempat berbagi cerita untuk saya dan Lia. Pernah suatu waktu saya dan Lia absen untuk beberapa minggu. Ketika saya dan Lia kembali menunjungi kafe tersebut, orang kasirnya pun sampai bertanya.

“Kemana aja nih mas, baru mampir lagi” Ucapnya kepada saya.

“Eh iya mbak, hehehe soalnya ahir-ahir ini lagi sibuk”.

Mungkin karena saya dan Lia sering ke sana, ditambah lagi kondisi kafe susu yang sepi, jadi orang kasirnya pun sudah sangat hafal dengan wajah kami. Di satu sisi saya merasa senang dengan menemukan kafe yang nyaman, sepi, dan tenang untuk saya, tapi di sisi lain saya agak merasa kasihan juga dengan pemilik kafe tersebut. Entah berapa pendapatan yang ia dapatkan dalam sebulan mengelola kafe susu itu.

Benar saja, tidak lama semenjak terahir saya dan Lia ke sana, kafe susu itu pun tutup.

Sedih rasanya, membayangkan tempat nyaman bagi saya dan Lia itu tutup. Bisa dibilang sudah banyak sekali kenangan saya dengan Lia di sana. Ketika saya putus dengan Lia, saya pun sempat membuat puisi tentang kafe susu itu, karena memang ketika saya berjalan melewati kafe tersebut lagi, selalu ada memori yang tiba-tiba terputar di kepala saya.

Kafe Susu

 

Kita duduk berdua saja di kafe susu.

Kita dengarkan lagu mengalun satu persatu.

Aku pesan mangga susu, kamu,

pesananmu berbeda setiap waktu.

Aku dan Kamu saling beradu cerita seru.

 

Kita kembali ke kafe susu.

Kita saksikan meja-meja kosong berdebu.

Para pelayan membisu, membiarkan lagu mengalun

penghilang lesu.

Aku masih memesan mangga susu,

Kamu sesekali merebutnya ingin mencoba minumanku.

 

Suatu waktu kita kembali ke kafe susu.

Kita lihat dari luar ia gelap,

kali ini tidak ada kafe susu di malam Minggu.

Kita kecewa, Aku dan Kamu kembali mencari tempat baru.

 

Sekarang ini, setelah saya dan Lia memutuskan untuk menjalin hubungan kembali, kami menemukan tempat baru yang bisa menggantikan kafe susu di masa lalu. Tempat yang juga nyaman untuk sekadar bertemu dan bercerita. Tempat itu juga tidak selalu ramai, cocok sekali untuk saya yang tidak terlalu suka keramaian.

Tempat itu adalah kedai es krim. Ya, lagi-lagi karena saya dan Lia tidak begitu menyukai kopi, jadi ya tempat nongkrong kami bukanlah di kedai kopi, melainkan di kedai es krim seperti Mixue, Bingxue, Cooler City, dan lain sebagainya.



Tapi di antara kedai es krim yang ada, saya dan Lia lebih sering ke Bingxue. Kenapa Bingxue? Karena letaknya dekat dengan rumah saya, selain itu di Bingxue juga tersedia tempat duduk yang tidak terlalu banyak tapi cukup nyaman buat saya. Kursi di sana disusun memanjang mengikuti lorong, jadi tidak terlalu bercampur dengan pengunjung yang lain. Kalau mau mengobrol pun jadi lebih nyaman juga, tapi mungkin, beda tempat bentuk bangunan kedainya juga akan berbeda.

Jujur saja ketika pertama kali Mixue dan yang lainnya muncul saya tidak terlalu penasaran dan tidak pernah terbesit untuk mencoba. Saya pertama kali mencoba Mixue juga bersama dengan Lia, ketika kami sedang menunggu film di bioskop, karena jam tayangnya masih beberapa jam lagi kami pun memutuskan untuk ke Mixue terlebih dahulu.

Saya memang tipikal orang yang tidak mudah penasaran dengan makanan atau minuman yang sedang viral. Ketika orang-orang pergi dan rela mengantre untuk makanan dan minuman tersebut, saya malah membayangkan betapa capeknya dan tidak penasaran sama sekali. Mungkin ini didorong juga dengan sifat introvert saya ini.

Tapi pada akhirnya dengan Lia saya bisa mencoba itu. Bahkan untuk sekarang ini justru saya yang lebih sering mengajak Lia ke sana.

Kalau bisa dibilang saya ini suka makan es krim, tapi ya hanya es krim yang dijual di warung-warung saja. Untuk es krim Mixue dan Bingxue cukup cocok di lidah saya. Jadi bukan hanya karena tempatnya yang nyaman, dari es krim yang mereka jual juga sangat nikmat menurut saya. Dari segi harga juga murah lah untuk kualitas dari es krim yang mereka sajikan.

Suatu hari saya dan Lia baru saja pulang dari pabrik tahu milik orang tuanya Lia. Ya, orang tua Lia punya usaha tahu sumedang di daerah Bekasi Selatan. Saya dan Lia terkadang di malam hari pergi ke sana untuk menyiapkan kacang yang hendak dimasak oleh orang tuanya Lia. Jadi waktu itu sepulang dari sana saya bilang ke Lia.

“Mau nyobain Mixue yang di BCBD nggak?”

“Boleh deh” Jawab Lia.

Pada saat itu saya cukup penasaran dengan Mixue yang ada di BCBD Summarecon Bekasi. Ya sudah pasti dari menu akan sama dengan Mixue yang lain, tapi karena Mixue tersebut terletak di pinggir danau BCBD, saya pikir akan terasa menyenangkan untuk menikmati Mixue sambil memandang danau BCBD yang bagus itu.



Benar saja, angin dingin menyapa kami ketika baru sampai di sana. Cuaca sedikit mendung saat itu, tapi untungnya hujan tidak turun. Sayangnya, karena saya dan Lia ke sana sudah cukup malam, jadi menu yang ada hanya sisa sedikit. Saya dan Lia memesan es teh yang dicampur dengan buah kiwi. Rasanya lumayan nyegerin dan cukup unik bagi saya pribadi.

Karena viewnya yang bagus dan tempatnya juga nyaman, sepertinya saya akan sering mengajak Lia ke Mixue BCBD itu. Setidaknya sepulang dari pabrik tahu.

Pada akhirnya saya kembali menemukan sebuah tempat yang bisa menjadi pengganti dari kafe susu. Saya pun juga sudah kembali bersama dengan Lia. Saya lupa sudah pernah mengatakan hal ini atau belum, Lia itu adalah seseorang yang pernah saya singgung di tulisan saya soal salad buah. Seseorang yang menjadi alasan saya membuat ratusan puisi. Intinya saya gagal move on lah dari dia dan kali ini saya bersama dengan Lia lagi.

(Bekasi, 20 Juli 2024)

Komentar

Postingan Populer