Pertama Kali Makan Mie Gacoan

 


Barangkali saya ini bisa disebut dengan seorang introvert akut. Saya memiliki kecenderungan untuk tidak suka terhadap keramaian. Bahkan untuk sekadar memilih tempat makan sekalipun. Jadi, pada malam minggu kemarin untuk pertama kalinya saya ke mie gacoan.

Sudah sejak lama saya tahu akan viralnya mie gacoan. Ketika saya scroll Instagram pasti muncul di beranda pencarian. Beberapa orang di sekitar saya juga kerap membicarakannya. Saya juga beberapa kali melewati salah satu cabang mie gacoan yang ada di dekat rumah saya.

Rame banget, hampir setiap hari antriannya selalu membludak.

Saya sebagai orang yang tidak suka keramaian merasa tidak penasaran sama sekali. Melihat dari luar saja sudah bikin pusing sendiri. Terkait antrinya dan semacamnya.

Akan tetapi di Sabtu siang kemarin, Lia mengajak saya untuk makan mie gacoan di malam Minggunya.

“Ayo nanti malem ke mie gacoan, mau gak?” Tanya Lia kepada saya.

Biasanya Lia memang tidak pernah inisiatif duluan terkait pergi ke suatu tempat atau semacamnya. Saya menduga hal ini dipicu karena sedari pagi dia sudah ingin sekali ke mie gacoan. Ya, sedari pagi setelah saya dan Lia olahraga lari di sekitar tempat mie gacoan berada.

Jadi, Sabtu paginya saya dan Lia berlari di sekitaran tempat mie gacoan itu. Letaknya di Bekasi Utara. Ketika sedang berlari, tiba-tiba hujan turun dan memaksa kami untuk berteduh di beranda milik KFC yang pagi itu belum beroperasi.

Di sela-sela hujan yang turun, saya dan Lia membahas tentang ingin sarapan apa setelah dari sini. Kata “Terserah” dan “Boleh” cukup sering dilontarkan olehnya jika saya tanya apa yang dia mau.

Tapi di pagi itu, tiba-tiba saja dia nyeletuk.

“Aku pengen mie gacoan masa.” Ucap Lia tiba-tiba.

“Mie gacoan? Emangnya udah buka?”

“Gaktau deh.”

Seorang perempuan memang terkadang bisa memiliki keinginan yang tidak biasa. Jam pun masih setengah delapan pagi dan perkiraan saya saat itu adalah mie gacoan belum buka.

Cukup lama saya dan Lia menunggu hujan reda. Setelah hujan reda, kami berdua pun memutuskan untuk melihat mie gacoan dan benar saja tebakan saya, belum buka.

“Yahhh, belum buka.” Lia sedikit kecewa.

Hujan pun kembali turun dengan intensitas yang tidak terlalu deras. Saya dan Lia nekat untuk tetap melanjutkan perjalanan pulang tanpa berteduh sama sekali. Rencana untuk makan bubur pun batal karena waktu sudah siang. Saya harus berangkat kerja.

Setelahnya Lia pun mengirimi saya pesan dan berkata bahwa ia ingin ke mie gacoan. Lia masih penasaran. Tapi karena hujan tak kunjung berhenti, Lia pun mengurungi niatnya.

Hingga pada akhirnya, seperti yang saya ceritakan di awal, Lia mengajak saya makan mie gacoan di malam minggu nanti.

Saya memang orang yang tidak suka keramaian. Saya bisa tiba-tiba merasa lelah dan capek ketika di keramaian.Tapi entahlah saat itu saya seperti tidak mampu untuk berkata tidak kepada Lia.

Saya menerima ajakannya. Lia pun senang.

Pukul tujuh lebih lima belas menit, saya dan Lia sampai di mie gacoan. Seperti biasa antreannya cukup panjang. Tapi saya sangat terkesan saat itu, segala sesuatunya benar-benar tertib. Saya selalu membayangkan antrean panjang yang tidak menyenangkan. Tapi saat itu, jauh berbeda dari bayangan saya.



Mereka bisa mengatur antrean pengunjung dengan baik. Memilihkan tempat yang baik dan sesuai kebutuhan. Jadi tidak ada pengunjung dua orang yang menempati kursi berkapasitas lima orang atau lebih.

Saya cukup terkesan. Baru pertama kali saya melihat antrean panjang dapat diatur dengan sebaik ini. Mungkin saya saja yang terlalu kudet. Saya memang jarang makan di resto, kedai, atau semacamnya. Jadi hal seperti ini ya seperti barang baru bagi saya.

Meskipun ramai, tapi di dalam pun tidak terasa panas. Mereka punya sirkulasi udara yang baik dan juga kipas yang terpasang pun dapat benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik. Adem, tidak panas sama sekali.

Saya terkesan lagi. Norak banget ya sepertinya.

Jujur saja saat itu saya cukup lama menunggu makanannya jadi. Tapi saya tidak masalah sama sekali. Mie gacoan bisa membuat saya nyaman untuk menunggu lama.

Saat itu saya memesan satu mie suit dan mie gacoan untuk saya dan Lia dan juga ada tiga condiment lainnya. Rasanya enak buat saya, tapi tidak spesial banget sih, worth it lah dengan harga yang ditawarkan.

Tapi sepertinya saya salah karena memilih mie gacoan level 0. Mie gacoan itu kan basicnya mie dengan kecap ya, jadi bagi saya terlalu kemanisan saja. Berikutnya saya mungkin akan pesan yang level 1 atau 2, jadi ada pedas-pedasnya dan mungkin akan terasa lebih segar.

Berikutnya? Ya, saya rasa saya akan kembali lagi kesana. Saya paham kenapa banyak orang yang rela antre untuk sekadar beli mie gacoan. Karena saya pun cukup menikmati untuk makan di sana.

Tempatnya juga rapih dan lumayan estetik, wajarlah banyak anak-anak muda yang kesana. Cocok untuk foto-foto juga.

Bahkan waktu kemarin itu ada dua pasangan anak muda yang sampai saya dan Lia selesai makan pun mereka belum mulai makan. Mereka menunggu pesanan lengkap lalu berfoto ria dengan makanannya. Cukup lucu melihatnya.

Saya tidak mengira ternyata pergi ke tempat makan yang ramai pengunjung bisa semenyenangkan ini.

“Kapan-kapan kita makan mie gacoan lagi yuk.” Ucap saya kepada Lia.

“Oke deh.”

Ya, saya tidak merasa kapok untuk kembali kesana dan jika bukan karena harus mengurangi makan mie, mungkin saya sudah kembali dalam waktu dekat ini.

(Bekasi, 15 Maret 2024)

Komentar

Postingan Populer